Minggu, 28 November 2010

Manajemen Penyakit Kronis:Sebuah Langkah Baru

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni, 2010).




Penyakit kronis menghasilkan beban terbesar dari bidang kesehatan dalam masyarakat di masa modern saat ini. Para dokter sedang menghadapi tantangan terbesar dalam mengatasi masalah tersebut. Sedangkan jumlah penderita penyakit kronis terus bertambah dari tahun ke tahun. Kebanyakan penderita penyakit kronis tersebut memiliki minimal dua atau bahkan lebih dari dua penyakit yang diderita.

Istilah manajemen penyakit kronis atau chronic disease management (CDM) adalah sistem pelayanan yang dirancang untuk meningkatkan dejarat kesehatan pasien dan mengurangi biaya yang berkaitan dengan penyakit jangka panjang (Meyer and Smith, 2008). Pada dasarnya sistem ini bertujuan untuk menciptakan cost-effective treatment yang terdiri dari :
  1. Promosi kesehatan
  2. Tindakan preventif
  3. Early detection
  4. Gaya hidup sehat


Keberhasilan sebuah CDM yang baik dapat tercipta apabila komponen-komponen kunci di bawah ini dapat terpenuhi (Departement of Health, UK) :
  1. Penggunaan sistem informasi untuk mengakses data kunci pada individu dan populasi
  2. Mengidentifikasi pasien dengan penyakit kronis
  3. Stratifikasi pasien menurut risiko
  4. Melibatkan pasien dalam perawatan mereka sendiri
  5. Melibatkan multidisciplinary teams
  6. Mengintegrasikan keahlian dokter spesialis dan dokter umum
  7. Mengintegrasikan perawatan melintasi batas organisasi
  8. Bertujuan untuk meminimalkan kunjungan yang tidak perlu


Sehingga, untuk mencapai semua syarat di atas diperlukan sebuah hubungan timbal balik yang erat antara masyarakat, sistem kesehatan dan kinerja institusi kesehatan. Dalam hal kinerja institusi kesehatan, sebuah institusi di katakan memiliki kineja yang baik apabila memenuhi aspek(Grumbach &Bodenheimer, 2004):

  1. Sistem organisasi yang terintregasi dan terstuktur secara baik
  2. Pembagian kerja antara dokter spesialis, dokter umum perawat , dan profesional kesehatan lainnya yang tidak overlapping satu sama lain
  3. Effective team work antar profesional kesehatan
  4. Komunikasi dan kolaborasi antar profesional kesehatan dalam pengelolaan konflik (managing conflict)

Saat ini, pelaksanaan CDM sendiri telah diaplikasikan di Indonesia, khususnya di puskesmas. Dengan merubah tren pengobatan kuratif menjadi preventif, puskesmas yang notabene garda depan pelayanan kesehatan dituntut untuk mampu menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat. Menganut metode cost-effective treatment yang telah dijelaskan sebelumnya, diharapkan pengeluaran biaya keasehatan untuk penyakit kronis dapat ditekan hingga seminimal mungkin tanpa mengesampingkan derajat kesehatan (quality of life) itu sendiri.

Kesimpulannya, penanganan penyakit baik kronis dapat membuat perbedaan nyata kedepannya, membantu mencegah krisis dan kemerosotan akibat dari penyakit kronis yang berkepanjangan, dan memungkinkan orang yang hidup dengan kondisi yang kronis untuk mencapai kualitas hidup yang baik.



Referensi

  • Perkeni. 2010. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
  • Meyer, J. Smith, B.M. 2008. Chronic Disease Management: Evidence of Predictable Savings. HMA.
  • Departement of Health. Improving Chronic Disease Management.
  • Grumbach, K. Bodenheimer, T. Wagner, E.H.2002. Improving Primary Care for Patient with Chronic Ilness. JAMA. October 16, 2002-vol 288, no 15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar