Senin, 29 November 2010

DVI : Mengungkap Teka-Teki Jenazah Korban Bencana



Indonesia merupkan wilayah yang rawan bencana baik bencana alam maupun akibat ulah manusia disebabkan letak geografis, jumlah penduduk, keterbatasan sarana. Bencana massal diartikan sebagai bencana di mana 12 korban meninggal dalam satu kejadian becana tersebut. Setiap bencana pasti menimbulkan korban baik korban hidup yang mengalami luka-luka atau korban mati. Saat ini identifikasi korban mati merupakan suatu hak asasi manusia (HAM) pada serta pemenuhan aspek legal sipil juga untuk keluarganya.







Kementerian Kesehatan bersama dengan Kepolisian RI sejak tahun 1999 telah melakukan kerjasama dalam penanganan korban mati dengan membentuk tim Disater Victim Identification (DVI) baik dalam lingkup provinsi, regional dan nasional. Tim ini terdiri dari beberapa mutidisplin sektor dari kesehatan, polisi, TNI, pemerintah daerah dan SAR. Tim DVI Nasional berkedudukan di ibu kota Negara dan mempunyai tugas membina dan mengkoordinasikan semua usaha serta kegiatan identifikasi, sesuai aturan dan prosedur yang berlaku secara nasional maupun Internasional pada korban-korban mati massal akibat bencana (Disaster Victim Identification). Saat ini telah terbentuk 4 Tim DVI Regional terdiri dari :
  1. Tim DVI Regional Barat I berkedudukan di Medan

  2. Tim DVI Regional Barat II berkedudukan di Jakarta

  3. Tim DVI Regional Tengah berkedudukan di Surabaya

  4. Tim DVI Regional Timur berkedudukan di Makassar
Merujuk kepada rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh jejaring DVI international atau Interpol proses identifikasi korban terdiri lima tahap (step). Tim DVI sendiri terdiri dari forensic pathologist, ondotologist, fingerprint expert, antropologist dan multiprofesional lainnya. Lima tahap tersebut terdiri dari :
  1. Tempat Kejadian Perkara (TKP) unit
  2. Post Mortem Unit
  3. Ante Mortem Unit
  4. Rekonsiliasi
  5. Identifikasi dan Rekonstruksi
1. Di tempat kejadian, tim harus mengamankan tempat kejadian dengan membuat tanda dan label, serta mengumpulkan potongan-potongan tubuh yang tersisa. Potongan tubuh ini harus dipetakan menurut koordinat untuk memudahkan dalam meninvestigasi distribusi dari tubuh korban tersebut, serta membuat skesta dan foto. Setelah itu, tubuh korban tersebut dimasukkan kedalam tas kadaver dan diberi label dan dievakuasi untuk dikirim kepada postmortem unit.


2. Jenazah tubuh ini kemudian di data terlebih dahulu ketika sampai di bagian forensik di rumah sakit terkait. Jika memungkinkan, grouping secara kasar bisa dilakukan seperti memisahkan antara potongan tubuh yang masih intact, termutilasi, bagian tubuh yang terpisah, dan properti yang menyertai jenazah tersebut. Selanjutnya, autopsi terhadap jenazah dilakukan untuk mendapat data-data post mortem.

Ada beberapa cara pengambilan data-data postmortem yang penting untuk identifikasi jenazah, antara lain:

  • Data primer: Sidik jari, pemerikasaan gigi, DNA, dan pemeriksaan Antrhopologi

  • Datasekunder : Dokumen, properti dan aksesoris, serta personal description

Sidik Jari

Sidik jari mempunyai tingkat akurasi yang sangat tinggi dalam proses identifikasi, tidak ada sidik jari yang sama antara individu satu dengan individu lain, bahkan kembar identik sekalipun. Sidik jari mungkin lebih sedikit rumit pada jenazah yang sudah decomposed. Sidik jari mempunyai bentuk umum seperti lengukangan, putaran, alur dan kombinasi antaranya.

Teeth Examination

Gigi juga mempunyai tingkat karakteristik yang tinggi untuk proses identifikasi. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh forensic odontology atau forensic dentistry. Para profesional ini harus membandingkan profil gigi dari jenazah dengan rekam gigi (dental record) yang sudah ada. Pemeriksaan ini sangat murah dan sangat singkat. Namun, pemeriksaan ini masih sangat sulit untuk diterapkan di Indonesia, karena kebanyakan masyarakatan Indonesia tidak pernah pergi ke dokter gigi. Hanya sebagaian masyakarat dengan sosio-ekonomi tinggi yang biasanya mempunyai dental record.

DNA Examination

Seperti yang kita ketahui bahwa DNA setiap manusia itu berbeda satu dengan yang lain, tetapi bisa diturunkan kepada keturunannnya. Alasan ini yang menjelaskan bahwa pemeriksaan DNA juga mempunyai tingkat karakteristik paling tinggi. Teknik baru yang banyak digunakan pada saat ini adalah Short Tandem repeat (STR). Pada dasarnya, teknik mengunakan DNA dari jenazah yang kemudian dibandingkan dengan kedua orangnya tuanya. Teknik lain yang juga banyak diterapkan yaitu Mitochondrial DNA (Mt-DNA). Teknik ini membandingkan Mt-DNA dari jenazah dan Mt-DNA ibunya, karena Mt-DNA hanya diturunkan menurut maternal line. Kerugian pemeriksaan ini adalah sangat mahal dan membutuhkan waktu lama.

Anthropology

Pemeriksaan anthropologi dilakukan kepada jenazah yang sudah decomposed atau tinggal potongan tulang saja. Identifikasi ini meliputi penetapan spesimen adalah tulang atau bukan, penetapan tulang manunia atau bukan, penetapan jenis kelamin, penetepan umur, penetapan tinggi, dan penetapan ras.

Document
Dokumen, seperti KTP dan paspor, sangat berguna dalam identifikasi jenazah. Dikarenakan, kebanyakan masyarakat biasanya selalu membawa KTP kemanapun mereka pergi. Banyak informasi yang bisa didapat dari KTP seperti foto, nama, jenis kelamin, umur, dan alamat.
Properti dan Aksesoris
Karakteristik dari barang bawaan seperti tas, dompet, baju dan aksesoris lainnya dapat membantu pula dalam proses identifikasi. Karakteristik itu dapat berupa warna, jenis material, merek dan label.

Personal Characteristic
Bentuk wajah adalah salah satu metode yang termasuk simple dalam identifikasi jenazah. Namun, masalah muncul ketika wajah tersebut telah hancur, decomposed, atau terbakar parah. Setiap individu memiliki karakteristik tubuh tersendiri seperti tanda lahir, pigmentasi kulit, panjang, warna dan struktur dari rambut, bentuk hidung, ukuran dan warna dari mata. Riwayat penyakit atau trauma dahulu seperti scar, tatto, medical surgery, platina plate biasanya sangat mudah dikenali oleh keluarga atau kerabat dekat dari korban tersebut.

3.Secara bersamaan informasi jenazah juga dikumpulkan melalui keluarga dan kerabat dekat pada Ante mortem unit. Semua informasi individu ini dianggap sebagai daftar orang hilang.

4.Di dalam rekonsiliasi unit, kedua data ante mortem dan post mortem dibandingkan. Dalam proses ini membutuhkan multidisplin experties seperti forensic dentist, antropologist, pathologist, fingerprint expert dan pakar lainnya dalam diskusi hasil pemeriksaan ini. Ketika data dari ante mortem dan post mortem ini cocok, artinya teridentifikasi. Jika tidak cocok, maka artinya belum teridentifikasi.

5. Setelah identifikasi, hasil perbandingan data tadi harus diperiksa kembali. Setelah itu tim DVI bisa mengeluarkan surat kematian (death certificate) dan dikembalikan kepada keluarga. Publikasi dari hasil identifikasi perlu untuk dikoordinasikan dengan media massa.





Diumpamakan kalau tim DVI yang bekerja seperti bermain puzzle, sebab dari bentuk yang terpecah-pecah harus disusun menjadi bentuk yang utuh, dan proses ini bisa memakan waktu yang tidak sebentar. Dalam pemeriksaan DVI kadang tidak semua korban datanya bisa cepat teridentifikasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar