Kamis, 09 Desember 2010

Penanganan Bencana:Bagaimana Idealnya?

Teringat sebuah pengalaman yang bisa dikatakan memalukan sekaligus berharga ketika menghadiri sebuah rapat koordinasi pengurangan resiko bencana (PRB) di Kesbanglinmas Yogyakarta.Semua ini berawal dari ide iseng sebuah teman yang mendaftarkan kami sebagai relawan lewat twitter. Berhubungan pada waktu itu materi tentang penanganan bencana dari fakultas belum diberikan, sehingga kami berbekal nekat dengan pengalaman dan pengetahuan tentang penanganan bencana yang bisa dikatakan 0 besar. Rapat yang dihadiri oleh banyak LSM-LSM baik dari dalam negeri dan luar negeri ini yang bekerja sama dengan pemerintahini , membuat kami sejenak berpikir dalam hati "Apa kita tidak salah tempat?". Pada akhirnya pun kami yang sekiranya masih anak bawang dalam rapat ini ditempatkan pada kluster kesehatan dan ambil peran walaupun kontribusinya masih sangat kurang.

Sepenggal cerita di atas memberikan satu inspirasi bahwa pengetahuan perencanaan bencana itu sangat penting dan wajib di ketahui baik oleh orang awam sekalipun. Karena semua tindakan membutuhkan sebuah rencana, dan untuk mendapat hasil yang maksimal membutuhkan sebuah perencanaan yang maksimal pula. Bagaimana rencana bencana yang ideal?


Bencana dapat diartikan sebagai rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis serta memerlukan bantuan luar. Sebuah bencana adalah hasil dari sebuah bahaya (hazzard) seperti gempa bumi, gunung meletus dan kerentanan (vulnerability) dari sebuah situasi yang mencakup komunitas dan infrastuktur. Sehingga peristiwa bisa dikatakan sebagai bencana ketika hazzard dan vulnerability ini bertemu.








Hazard bisa dikatakan sebagai kondisi atau kejadian yang berpotensi menimbulkan kerusakan bagi lingkungan dan properti serta membahayakan kehidupan manusia. Ada dua bentuk hazard yaitu natural hazard (geological, biological, meteriological) dan unnantural hazard (human-origin). Vulnerability dapat diartikan sebagai sejauh mana sebuah komunitas, struktur, servis atau area yang mungkin akan rusak sebagai dampak dari sebuah hazzard.


Penanganan bencana bearti sebuah kebijakan baik secara administratif dan operasional yang di buat berdasarkan berbagai macam tahap (fase) pada seluruh tingkatan bencana. Pada dasarnya penanganan bencana bisa dibagi menjadi tahap sebelum bencana (pre-disaster), ketika bencana (disaster) dan sesudah bencana (post-disaster).





Pada fase pre-disaster, semua aktifitas dan perencanaan yang dilakukan adalah untuk mengurangi kerusakan baik terhadap manusia dan properti yang disebabkan oleh hazzard dan meminimaliris dampak dari hazard ketika bencana terjadi. Pengurangan resiko atau risk reduction adalah kegiatan utama yang bisa dibagi menjadi :
  1. Preparedness : proses perencanaan tindakan protektif dimana melibatkan elemen masyarakat dan pemerintah untuk merespon terjadinya suatu becana dan mengatasinya secara efektif. Contohnya pembuatan emergency plan, pembuatan warning system, melakukan pelatihan, dan pemeliharaan alat-alat.

  2. Mitigation : mencakup perencanaan tindakan yang akan mengurangi efek dari hazard dan vulnerability(baik secara fisik, ekonomi, dan sosial) yang kedepannya akan mengurai skala dampak bencana yang akan datang. Ada dua bentuk mitigasi yaitu stuktural (memperkuat struktur bangunan) dan non-struktural ( relokasi, community empowering, pelatihan).

Pada fase disaster, Kegiatan yang harus dilakukan yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan penyediaan untuk korban bencana terpenuhi serta meminimalisir penderitaan. Biasanya kegiatan-kegiatan ini terangkum dalam bentuk emergency response activity.

Aktivitas dan perencanaan pada fase post-disaster juga memegang peran penting agar tercapainya suatu recovery yang cepat. Pada fase ini ada dua kegiatan yang penting yaitu rehabilitation dan reconstruction (mencakup aspek manusia, sosio-ekonomi,servis, infrastruktur).

Sayangnya, prinsip dan konsep penanganan bencana ini tidak mudah diterapkan. Di Indonesia, faktor penyebabnya adalah kesenjangan sumber daya, teknologi, dan informasi antara pusat dan daerah. Maka, tak aneh, ketika terjadi bencana Wasior, Merapi, Mentawai atau bencana di daerah-daerah lain, lembaga tanggap darurat baik tingkat lokal, provinsi dan nasional tetap kelabakan.

Referensi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar