Sabtu, 04 Desember 2010

Avian Flu: The Pandemic Is Here!!



Virus influenza memang sudah menjadi langganan penyebab terjadinya kejadian luar biasa pada saluran pernapasan (respiratory disease).Tercatat beberapa virus influenza tipe A yang telah menyebabkan pandemik selama kurun satu abad ini.Virus influenza memiliki banyak reservoir perantara, serta kemampuannya untuk terus bermutasi ketika berpindah dari perantara satu ke lainnya menyebabkan virus ini sangat susah untuk dieradikasi.

Virus influenza masuk kedalam famili orthomyxoviridae. Virus ini terbagai dalam 3 macam menurut capsid dan m-protein, yaitu:
  • Influenza tipe A
  • Influenza tipe B
  • Influenza tipe C

Influenza tipe A dapat menyebabkan epidemik dan pandemik pada burung dan mamalia. Sedangkan influenza tipe B dan C hanya terbatas pada manusia saja dan sifat pathogenic-nya kurang dari tipe A. Influenza tipe A memiliki genome berupa single strand RNA (ssRNA) yang terdiri dari 13.588 nucleotides yang terdistribusi dalam 8 segmen. Di antara 8 segmen tersebut terdapat 2 segmen surface protein yang merupa ciri khas dari virus ini sehingga virus ini bisa dibagi lagi menjadi sub-tipe menurut 2 segmen tersebut. Dua segmen tersebut yaitu:

  • Protein Haemaglutinin (H) pada segmen 4: Protein ini berfungsi sebagai tempat melekatkan virus ke host cell dan memulai proses infeksi.

  • Protein Neuramidase (N) pada segmen 8: Selain sebagai enzim untuk memecah glycosidic linkage. Protein ini berguna untuk membentuk struktur(strain) virus yang baru ketika virus tersebut keluar dari host cell.




Influenza tipe A akhir-akhir ini kembali disoroti akibat munculnya strain baru yang menyebar secara pesat dan telah menyebabkan situasi pandemik. Sebut saja H5N1 sebagai agen kausatif dari flu burung dan yang terbaru H1N1 atau flu babi (swine flu).

Sebagai sifat dasar virus RNA, virus influenza memiliki kemampuan untuk terus berevolusi karena tingkat aktifitas mutasi genome yang tinggi. Mutasi dan rekombinasi merupakan dua faktor utama yang berkontribusi menyebabkan evolusi genetik dari virus RNA. Variasi antigenik dari virus influenza terbagi menjadi :

  • Antigen drift : Antigen drift terjadi ketika gen yang mengenkripsi viral suface antigen, protein H dan protein N, mengalami mutasi ketika virus melakukan replikasi. Akumulasi dari mutasi ini berakibat pada perubahan secara signifikan pada surface protein, sehingga kapabilitas dari host antibody untuk menetraliasi virus tidak berfungsi. Faktanya banyak individu yang tetep terserang penyakit influenza walaupun sudah tervaksinasi.
  • Antigenic shift : Antigenic shift adalah proses di mana dua virus yang berbeda, yang berbeda host species pula, menginfeksi satu host secara bersamaan. Saat virus melakukan replikasi, kombinasi atau bersatunya kedua strain dari virus tersebut terjadi. Proses ini menghasilkan sifat pathogenic virus baru yang sulit untuk diprediksi.

Untuk mendiagnosa kasus flu burung pada manusia pada setting primary health-care ketika fase siaga pandemik, kriteria klinis dan epidemiologis harus saling berkesesuaian. Merujuk kepada WHO case-defintion criteria, kasus flu burung pada manusia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu:

1. Dicurigai menderita H5N1 (suspected H5N1 cases) : Individu dengan gangguan saluran pernapasan bawah akut yang belum jelas akibatnya, disertai demam >38°C, batuk, sesak nafas dengan riwayat terekspos baik oleh penderita H5N1, hewan yang terinfeksi, atau riwayat konsumsi hewan yang terinfeksi dalam kurun waktu 7 hari.

2. Dimungkinkan menderita H5N1 (Probable H5N1 cases) : Individu yang memenuhi criteria suspected cases dengan salah satu kritera tambahan seperti terlihat infiltrate atau gambaran pneumonia akut dalam foto thorax, ditambah munculnya simptom gagal nafas. Atau kriteria hasil laboratorium yang mengkonfirmasi adanya infeksi influenza tipe A tetapi belum merujuk kepada H5N1.

3. Dikonfirmasi menderita H5N1 (confirmed H5N1 cases) : Individu yang yang memenuhi criteria suspected dan confirmed cases dan hasil positif dari laboratorium tes H5N1 yang dapat dilakukan melalui isolasi virus H5N1 ataupun dengan menggunakan metode PCR. *(WHO)

Obat antiviral merupakan pilihan utama dalam menangani kasus ini. Administrasi obat ini harus dilakukan dalam kurun waktu 24-28 jam setelah terekspos. Dua grup obat antiviral yang biasa digunakan adalah neuraminidase inhibitor dan amantadine derivatives. Oseltamivir dan zanamivir masuk dalam kelompok neuraminidase inhibitor, sedangkan amantadine dan rimantadine masuk dalam kelompok amantadine derivatives.

Oseltamivir adalah obat pilihan pertama, dan zanamivir digunakan ketika Oseltamivir tidak tersedia. Keadaan di mana kasus H5N1 mengalami resistensi terhadap neuraminidase inhibitor, amantadine dan rimantadine dapat digunakan sebagai terapi kombinasi.


Referensi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar