Minggu, 14 November 2010

Membuka Sisi Lain Kesehatan Melalui Narrative Medicine

"Jakarta-Kelompok Astra sedang berduka. Presdir PT Astra International Tbk, Michael Dharmawan Ruslim, menghembuskan nafas terakhir di Singapura karena sakit, Rabu (detiknews, 20/1/2010)."

Penggalan sedikit berita di atas merupakan gambaran nyata kondisi kesehatan masa kini. Di mana sebuah dampak globalisasi membawa banyak dampak tersendiri di dunia kesehatan. Dengan adanya konsep pelayanan perdagangan nasional seperti cross-border trade, consumption abroad, commecial pressure, natural presence memungkinkan adanya sebuah persaingan antar negara dalam penyediaan layanan kesehatan. Kualitas layanan dan kepuasan dari konsumen kesehatan di genjot habis-habisan untuk menjaga citra dari penyedia kesehatan. Bukan hanya itu saja, trend medical tourism juga menjadi target tersendiri, dengan penyediaan service yang berkualitas dan harga yang terjangkau memungkinkan menarik banyak konsumen baik dari dalam negeri ataupun dari luar negeri.

Kalau dulu profesi dokter merupakan profesi dengan prestige tinggi, sekarang tidak segampang itu. Professionalitas dan kualitas merupakan modal utama seiring dengan terus berkembangnya ilmu kesehatan secara pesat. Perkembangan teknologi yang membuka secara telanjang semua informasi juga membuat tantangan tersendiri untuk tetap berkompeten. Hal ini tentunya menjadi bahan introspeksi bagi dokter dan juga pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan, sehingga para pelancong kesehatan dapat kembali merasakan hak nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas di negaranya sendiri.

Data statistik dari Kementerian Pariwiasata Malaysia (Malaysian Tourism) menyebutkan bahwa sebanyak 102.946 orang warga negara asing berobat di Malaysia pada tahun 2003. Angka ini meningkat tiga kali lipat pada tahun 2007, yaitu berjumlah 341.288, dengan pemasukan mencapai 60,31 juta ringgit atau setara dengan Rp. 195 milyar. Asosiasi Rumah Sakit Malaysia bahkan memperkirakan sektor ini akan memberikan kontribusi sebanyak Rp. 1,78 triliun pada tahun 2010 dengan angka kunjungan pasien asing berjumlah sekitar 625.000 orang. Sekitar 72% dari pasien tersebut berasal dari Indonesia.

Salah satu alasan utama selain kualitas dan biaya yang menyebabkan peningkatan kebiasaan berobat ke luar negeri adalah hubungan dan cara berkomunikasi dokter-pasien di Indonesia yang sangat mengecewakan. Banyak opini menyebutkan, cara berkomunikasi dokter-pasien di Indonesia kalah jauh dibandingkan dokter-dokter di luar negeri. Cara berkomunikasi dokter-pasien yang kurang baik dapat disebabkan oleh karena terlalu banyaknya pasien, dokter bekerja di luar profesionalismenya, dan kekhawatiran malpraktik yang membuat dokter cenderung menutup diri dan mempersiapkan proteksi terhadap segala kemungkinan.

Selama ini komunikasi dokter-pasien dapat dikatakan terabaikan. Wawancara terhadap pasien ditekankan pada pengumpulan informasi dari sisi penyakit (disease) untuk menegakkan diagnosis dan tindakan lebih lanjut . Informasi sakit dari pasien (illness) kurang diperhatikan. Pasien umumnya merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Ternyata kebanyakan pertanyaan yang diajukan dokter lebih ke arah closed-ended question, sehinggal explorasi secara patient-point of view (emic presprective) tidak dapat digali.

Narrative medicine merupakan salah satu cabang displin ilmu yang menekankan ketrampilan mendengar dan menulis untuk lebih membantu memahami lebih dalam kondisi pasien(how, why, dan what way) dan menuangkannya dalam bentuk cerita (narrative structrure) sehingga dapat ditemukan makna dan moral baik dari penyakit itu sendiri atau riwayat penyembuhan pasien. Pada dasarnya, cabang disiplin ilmu ini menekankan banyak aspek soft-skill seperti bagaimana pekerja medis menyediakan waktu cukup untuk sepenuhnya mendengar. Bagaimana membangun program percakapan dalam sebuah disiplin medis. Bagaimana tajam dokter membayangkan perasaan sakit pasien dan membangun rasa empati terhadap kesukaran-kesukaran yang pasien hadapi. Harapannya, dengan pemahaman bahwa profesi medis merupakan sebuah seni (medical is an art), para dokter mampu mengelola proses penanganan pasien dengan cara-cara yang empatik namun elegan, sehingga kombinasi penyampaian informasi ataupun keluhan yang nyaman oleh pasien dengan cara-cara penerimaan respon yang baik oleh dokter mampu menjadi pendekatan yang efektif dalam menyelesaikan segala permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh pasien dengan baik.

Praktek medis pada kenyataannya memerlukan serangkaian situasi narasi yang kompleks, termasuk situasi antara dokter dan pasien, dokter dan dirinya sendiri, dokter dan rekan, dan dokter dan masyarakat. Banyak manfaat yang bisa diambil ketika cabang ilmu ini diterapkan dalam situasi kompleks di atas, seperti:

  1. Dokter dan Pasien: pendekatan empati (empathy engagement). Pendekatan ini berguna untuk mengeksplorasi kondisi biologis, keluarga, psikologis, budaya dan kondisi lainnya dalam konteks patient-point of view.
  2. Dokter Sendiri: refleksi dalam pelayanan kesehatan (reflection in practice).Tujuanya untuk mendorong pendekatan holistik untuk pengelolaan, memahami bagaimana menghadapi pengalaman spesifik pasien (illness).
  3. Dokter dan Kolega: profesi (profession). Biasa kegiatan sehari-hari dokter dalam penelitian, pengajaran, dan hubungan antar kolega sangat dekat dengan konsep narasi dan dapat dibuat lebih efektif sekali jika dokter dapat menguasainya.
  4. Dokter dan Masyarakat: kepercayaan dari publik (public trust). Dengan metode penyampaian narasi, komunikasi dengan masyarakat tentang konsep dunia medis bisa lebih gampang. Dokter juga harus menemukan cara untuk berbicara sederhana, jujur, dan mendalam dengan pasien, keluarga, dan profesional kesehatan lainnya. (Charon, 2001)
Kesimpulannya, bahwa narrative medicine berfungsi sebagai jembatan penghubung antara dokter dan pasien, antara guru dan murid kesehatan, antara professional kesehatan, dan bahkan antara sakit dan sehat, sebagaimana semua unsur tersebut berkomitmen untuk menyembuhkan dengan menghargai riwayat penyakit melalui cerita. Di Indonesia, sesuai dengan kultur yang ramah-tamah, seharusnya menjadi potensi tersendiri bagi tenaga medis untuk mengembangkan disiplin ini. Dengan menerapkan ini, diharapkan dapat mengembalikan rasa percaya rakyat Indonesia terhadap dokter Indonesia.

Referensi
  1. Charon, R. 2001. Narrative Medicine: A model of emphaty, reflection, profession, trust. JAMA: 286 pp 1897-1902.
  2. Lecture note dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D. International Health and Decentralization.
  3. Lecture note Dra. Retno Siwi Padmawati, MA. Narrative Writing
  4. Narrative Writing.http://www.thewritingsite.org/resources/genre/narrative.asp
  5. Medical Tourism Malaysia. http://www.health-tourism.com/malaysia-medical-tourism/
  6. DetikNews. http://www.detiknews.com/read/2010/01/20/084450/1282070/10/presdir-astra-michael-ruslim-meninggal-dunia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar